Grab Industri Apa
Aspek Hukum Pengelolaan Limbah Industri
Untuk melindungi lingkungan hidup dari pencemaran, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan mengenai pengelolaan limbah. Misalnya dalam undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup (UU PPLH). Bahkan dalam pasal 140 UU PLH disebutkan mereka yang membuang limbah ke lingkungan tanpa izin, wajib membayar denda senilai Rp3 miliar.
UU PLH nomor 32 hanya merupakan salah satu peraturan yang harus dijalankan oleh pelaku industri bila ingin proses produksinya berjalan tanpa ada gangguan. Beberapa peraturan lainnya juga mengatur pengelolaan limbah untuk beberapa industri secara khusus. Peraturan turunan juga dimiliki oleh pemerintah daerah sehingga perlu diketahui sebelum mendirikan industri.
Dalam mengelola limbah industri, perlu dilakukan riset baik untuk mengetahui cara pengelolaan yang tepat hingga dampak pencemaran lingkungannya. Tak hanya diperlukan peralatan yang memadai, tetapi kehadiran tenaga profesional yang memiliki pengetahuan mengenai penanganan limbah juga sangat penting.
Terlebih dalam penanganan limbah B3 yang membutuhkan perlakuan khusus.
Mengikuti training di lembaga pelatihan tepercaya seperti Mutu Institute adalah pilihan tepat. Pengajar profesional dan suasana belajar yang menyenangkan akan melahirkan tenaga pengelola limbah yang kompeten.
Tak hanya mendapatkan fasilitas lengkap, usai pelatihan para peserta juga akan diberi sertifikat yang diakui di kancah nasional dan internasional.
Baca juga: Jenis Limbah di Lingkungan Berdasarkan Wujudnya
Ingin mengikuti Pelatihan/Training? Belum dapat Lembaga Pelatihan yang terpercaya? Segera hubungi kami melalui [email protected] atau 0819-1880-0007.
Combinations with other parts of speech
Penggunaan dengan kata sifat
Penggunaan dengan kata kerja
Hasil: 8976, Waktu: 0.045
Bahasa inggris - Bahasa indonesia
Dalam persaingan bisnis yang begitu sengit, perusahaan harus menghadirkan produk yang solutif bagi pelanggan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan menerapkan desain berpikir, atau yang lebih dikenal dengan design thinking. Nyatanya, masih banyak perusahaan di Indonesia yang gagal menerapkan design thinking, dan akibatnya produk yang dihasilkan tidak menjawab masalah yang dihadapi oleh pelanggan. Untuk lebih memahami bagaimana design thinking dapat berhasil, kita dapat belajar dari Grab, perusahaan raksasa dalam industri transportasi yang telah berhasil mendisrupsi pasar dengan pendekatan ini.
Grab merupakan salah satu perusahaan teknologi yang berbasis di Asia Tenggara dan beroperasi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Grab awalnya berdiri pada tahun 2012 di Malaysia sebagai layanan pemesanan taksi secara online. Namun, perusahaan ini tidak hanya berhenti pada itu saja. Grab terus berkembang dan berevolusi menjadi platform yang menyediakan berbagai layanan transportasi dan logistik, seperti ojek online, pemesanan makanan, pengiriman barang, dan banyak lagi.
Kisah sukses Grab dimulai pada tahun 2011-2012, ketika para pendiri Grab menyadari bahwa banyak orang, terutama wanita, sering mengalami pengalaman buruk saat naik taksi di malam hari. Hal ini merupakan masalah nyata yang dihadapi oleh banyak orang, dan Grab melihat peluang untuk mengatasinya. Inilah awal dari penerapan design thinking oleh Grab.
Design thinking dimulai dengan empati, yakni memahami masalah pelanggan. Grab memulai dengan menggali lebih dalam mengenai masalah yang dihadapi oleh para penumpang wanita saat naik taksi di malam hari. Mereka berbicara dengan penumpang, mengumpulkan data, dan mendengarkan cerita pengalaman buruk yang pernah dialami. Dengan pemahaman yang mendalam tentang masalah tersebut, Grab dapat merumuskan solusi yang tepat.
Selanjutnya, Grab mengembangkan Minimum Viable Product (MVP), sebuah produk yang memberikan nilai kepada pelanggan. Dalam hal ini, Grab menciptakan platform untuk memesan taksi dengan sopir terverifikasi dan dapat dilacak secara real-time. Tujuan utama adalah memberikan rasa aman dan kepercayaan kepada penumpang wanita, serta meningkatkan kualitas layanan secara keseluruhan.
Pada tahap prototipe, Grab mengeksplorasi solusi-solusi yang diusulkan. Mereka menguji berbagai konsep dan desain, serta melakukan iterasi berulang kali untuk memastikan bahwa solusi yang dihasilkan memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Dalam hal ini, Grab memilih untuk menggunakan aplikasi seluler sebagai platform utama, mengingat tingginya penetrasi penggunaan internet di Asia Tenggara.
Setelah proses prototipe selesai, Grab melanjutkan ke tahap pengujian dengan memvalidasi produk yang telah mereka kembangkan. Mereka mengukur kinerja bisnis, mengembangkan produk secara iteratif, dan terus menerima umpan balik dari pengguna. Dalam proses ini, Grab berfokus pada peningkatan pengalaman pengguna dan mengoptimalkan solusi yang mereka tawarkan.
Melalui pendekatan design thinking, Grab berhasil menciptakan aplikasi yang merevolusi pengalaman transportasi di Asia Tenggara. Dengan mengutamakan empati terhadap masalah pelanggan, menciptakan solusi yang memberikan nilai tambah, dan melibatkan pengguna dalam proses pengembangan, Grab berhasil meraih kesuksesan yang luar biasa.
Desain berpikir tidak hanya membantu Grab untuk menciptakan aplikasi yang sukses, tetapi juga menjadi fondasi bagi inovasi terus-menerus perusahaan. Grab terus melakukan riset, berkolaborasi dengan berbagai pihak, dan menggali lebih dalam kebutuhan pelanggan untuk menghadirkan solusi yang relevan dan terbaik. Hal ini menjadikan Grab sebagai pemain utama dalam industri transportasi di Asia Tenggara.
Penerapan design thinking oleh Grab memberikan pelajaran berharga bagi perusahaan lain, terutama di Indonesia, yang ingin mencapai kesuksesan dalam industri yang kompetitif. Melalui pendekatan ini, perusahaan dapat memahami secara mendalam masalah yang dihadapi oleh pelanggan, menciptakan solusi yang relevan, dan berinovasi secara terus-menerus untuk menjawab perubahan kebutuhan pasar.
Belum pernah menciptakan inovasi dengan design thinking dan ingin praktik langsung? Ikuti Design Thinking eXpress yang diselenggarakan oleh CIAS. Design Thinking eXpress adalah workshop selama 7 jam dengan kegiatan belajar langsung untuk membantu karyawan mempelajari dan mengalami proses inovasi menggunakan pendekatan Design Thinking.
Pengalaman langsung dalam menciptakan inovasi gaya Silicon Valley, secara cepat dan efektif. Pelajari empati pelanggan, definisikan masalah, temukan solusi alternatif, prototipe, dan uji solusi.
Nantinya, peserta dibagi menjadi beberapa tim. Setiap tim difasilitasi oleh seorang facilitator dari CIAS. Tim akan menghadapi masalah-masalah spesifik dari pelanggan nyata dan harus menyajikan solusi nyata menggunakan pendekatan Design Thinking. Ini adalah pengalaman belajar yang cepat, eksperimental, dan tanpa basa-basi. Daftarkan diri dan tim Anda disini.
Brown, T. (2008). Design thinking. Harvard Business Review, 86(6), 84-92.
Plattner, H., Meinel, C., & Leifer, L. (Eds.). (2011). Design thinking: Understand–improve–apply. Springer Science & Business Media.
Liedtka, J., & Ogilvie, T. (2011). Designing for growth: A design thinking toolkit for managers. Columbia University Press.
Kolko, J. (2015). Design thinking comes of age. Harvard Business Review, 93(9), 66-71.
Tschimmel, K. (2012). Design thinking as an effective toolkit for innovation. In Proceedings of the XXIII ISPIM Conference: Action for Innovation: Innovating from Experience (pp. 1-12).
Pengelolaan Limbah Industri
Pengelolaan limbah industri sangat berbeda, tergantung dengan jenisnya. Berikut langkah-langkah pengelolaan yang wajib diketahui.
Prinsip utama dalam pengelolaan limbah cair yakni membuat cairan yang dikeluarkan tetap bersih, dengan mengeliminasi polutan di dalamnya. Terdapat tiga cara untuk mengelola limbah jenis ini yakni secara fisika, kimia dan biologi.
Dalam pengelolaan secara fisika, seluruh material pengotor dipisahkan dari cairan. Caranya yakni dengan melalui tahapan pengendapan, floatasi, penyerapan serta penyaringan.
Sementara itu, dalam proses pengolahan limbah cair secara kimia, terdapat beberapa cara yang kerap diterapkan. Mulai dari metode ozonisasi, oksidasi, koagulasi hingga penukar ion. Pemilihan metode harus menyesuaikan dengan jenis polutan yang akan dihilangkan.
Cara terakhir adalah pengolahan secara biologi, yakni memanfaatkan biota hidup berupa mikoorganisme untuk menguraikan polutan dalam limbah. Terdapat tiga pilihan metode yang dapat digunakan yakni pengolahan secara aerobik, anaerobik serta fakultatif.
Limbah padat hasil buangan industri dapat dikelola dengan beragam cara agar lebih ramah ke lingkungan. Limbah padat terdiri dari dua jenis yaitu limbah organik dan limbah anorganik. Dalam pengelolaannya, limbah organik umumnya ditimbun dengan harapan dapat diurai oleh mikroorganisme sehingga bisa menyuburkan tanah.
Namun, penimbunan sampah organik tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Biasanya diterapkan metode sanitary landfill untuk mencegah pencemaran.
Dalam sanitary landfill, sampah diletakan dalam lubang yang sebelumnya telah dilapisi tanah liat dan plastik untuk mencegah merembesnya air ke dalam tanah. Kemudian, gas metana yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk listrik.
Selanjutnya, limbah padat juga bisa langsung dikelola dengan cara pembakaran dengan cara insinerasi. Meskipun sangat efektif mengurangi jumlah sampah, biaya produksi yang tinggi membuat tidak semua industri bisa memiliki alat tersebut.
Sementara itu, limbah anorganik seperti plastik atau kabel bekas dapat didaur ulang menjadi barang baru dengan nilai jual lebih tinggi.
Tak seperti dua jenis limbah sebelumnya, limbah gas tidak bisa dilihat secara langsung sehingga cukup berbahaya bagi makhluk hidup.
Salah satu cara untuk mengelola limbah ini adalah dengan melakukan pengurangan jumlah gas yang dibuang, dengan metode desulfurisasi menggunakan filter basah. Industri juga bisa beralih menggunakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
Selain itu, limbah gas bisa dikelola menggunakan metode fase gas, yang dapat menyamarkan bau tak sedap yang dikeluarkan. Terdapat juga metode fase padat, yakni menggunakan adsorben padat seperti arang aktif untuk menyerap bau tak sedap.
Sebelum dikelola, limbah B3 harus diperhatikan cara menyimpannya. Limbah jenis ini tidak boleh dicampur dengan limbah jenis lain. Tak hanya itu, industri yang menghasilkan limbah B3 harus memiliki izin dari pemerintah setempat untuk melakukan penyimpanan.
Dalam proses pengelolaan, terdapat tiga cara yang umumnya digunakan yakni secara fisik, kimia dan biologi. Dalam cara pengelolaan secara fisik, tak hanya dilakukan pemisahan komponen limbah tetapi juga pembersihan gas.
Ketika dikelola melalui cara kimiawi, proses yang dilakukan meliputi solidifikasi, reduksi, absorpsi, elektrolisasi, penukaran ion, sedimentasi dan netralisasi.
Pengelolaan limbah B3 selanjutnya yakni secara biologi dan meliputi proses bioremediasi dan fitoremediasi. Kedua metode ini melibatkan makhluk hidup seperti tumbuhan dan mikroorganisme untuk mengurasi senyawa beracun dalam B3. Cara ini juga lebih menghemat biaya bila dibandingkan bila dikelola secara fisik maupun kimia.
Jenis-Jenis Limbah Industri
Karena industri yang ada sangat beragam, secara garis besar, limbah industri terbagi ke dalam empat kelompok, yakni:
Limbah cair merupakan limbah yang berwujud cair dan dihasilkan oleh proses industri. Misalnya sisa limbah tempe, cairan pengawet, sisa pewarna pakaian, air pencuci bahan makanan hingga tumpahan minyak di lautan.
Dalam industri, limbah padat yang dihasilkan tak hanya dalam bentuk padatan tetapi juga lumpur atau bubur. Contohnya, sisa sampah plastik, sisa pakaian, material kayu potongan, besi, hingga sisa bubur kertas.
Limbah gas merupakan limbah industri yang ada dalam bentuk molekul gas. Karena tidak dapat dilihat secara kasatmata, limbah jenis ini dapat memberikan efek buruk bagi makhluk hidup bila tak tertangani dengan baik.
Molekul gas menjadi limbah bila berada dalam jumlah yang berlebihan melebihi standar udara sehat. Misalnya kelebihan gas metan, karbon monoksida hingga hidrogen peroksida.
Kategori limbah terakhir dari proses industri adalah limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3). Limbah B3 masuk dalam kategori sendiri karena kandungan senyawa beracun di dalamnya cukup tinggi sehingga dibutuhkan penanganan khusus.
Beberapa industri yang menghasilkan limbah B3 seperti industri pengelolaan bubur kertas, minyak pelumas, bahan farmasi serta semen.
Oops! Something went wrong
Please enable Javascript in your browser options or try another browser.
Pembahasan berikut berisi penjelasan mengenai apa itu limbah industri, jenis-jenis limbah industri, pengelolaan limbah industri serta aspek hukumnya.
Dalam proses industri untuk menghasilkan produk berupa barang, akan terdapat komponen buangan yang disebut limbah industri.
Limbah tersebut harus ditangani secara tepat agar tidak menimbulkan efek lanjutan yang berbahaya seperti mencemari lingkungan sekitar. Agar lebih memahami mengenai seluk-beluk limbah industri, berikut penjelasan lengkapnya.
Pengertian Limbah Industri
Limbah industri adalah hasil buangan yang dihasilkan dari setiap macam kegiatan industri. Jenis limbah industri sangat beragam, tergantung dengan produk apa yang dihasilkan. Misalnya dalam industri tekstil, tak hanya terdapat limbah berupa potongan sisa material tetapi juga air buangan dari pewarna kain.
Adapun dalam industri pangan, mayoritas limbah yang dihasilkan berupa sampah organik, sisa pengolahan makanan.